Imam Syafii dan Semangat Juangnya

Imam Syafii dan Semangat Juangnya
Masjid Imam Syafii

Beliau bernama Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutholib bin Abdi Manaf. Imam Syafii lahir di Gaza, Palestina tahun 150 H, bertepatan dengan tahun meninggalnya Imam Abu Hanifah.

Meskipun berasal dari keluarga yang jauh dari kecukupan, hal itu tidak lantas menghambat semangat belajar Imam Syafii. Terbukti beliau berhasil menghafal Al-Qur'an dengan usia yang terbilang masih kecil. Selain itu, beliau juga hafal beberapa hadis nabi dan menulisnya dalam potongan tembikar, pelepah kurma, dan tulang hewan karena tidak mampu membeli kertas.

Syafii remaja suka pergi ke pedesaan dan bergaul dengan kabilah Huzail hampir sepuluh tahun untuk mengambil kaidah bahasa Arab. Huzail merupkan kabilah Arab yang paling fasih. Maka tidak heran ia mampu menghafal begitu banyak syair-syair dan sejarahnya.

Tidak hanya memiliki kecakapan dalam kaidah bahasa Arab saja, kemahiran beliau dalam fikih juga sudah mulai terlihat dikalangan masyarakat kala itu. Bahkan Mufti Makkah, Musallam, memberikan izin kepada Imam Syafii untuk berfatwa. Tersebab himmah beliau yang begitu tinggi, Imam Syafii lebih memilih hijrah ke Madinah untuk belajar kepada sosok yang sangat terkenal di penjuru wilayah serta memiliki posisi tinggi dalam fikih dan hadis, yakni Imam Malik.

Dalam riwayat masyhur diceritakan, bahwa Imam Syafii telah mempelajari dan menghafal kitab Al-Muwatha’ sebelum belajar kepada Imam Malik. Selama Imam Syafii belajar kepada Imam Malik, beliau membaca dan memahami kitab-kitab kemudian Imam Malik menambahi keterangan-keterangan. Proses belajar-mengajar ini berlangsung cukup lama, sampai akhirnya Imam Malik wafat pada tahun 179 H.

Pascawafatnya guru beliau, Imam Syafii mengembara ke beberapa wilayah, salah satunya Bagdad yang kelak identik dengan qaul qadim-nya. Di sana ia belajar ilmu pengetahuan dan fikih pada Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, murid Abu Hanifah. Sehingga di dalam diri Imam Syafii terkumpul fikih Hijaz yang lebih memprioritaskan naql (riwayat) yang beliau dapatkan dari Imam Malik dan fikih Irak yang lebih memenangkan 'aql (logika) ketika beliau berguru kepada Muhammad bin Hasan.

Di Bagdad pula Imam Syafii berhasil meletakkan dasar-dasar ilmu ushûl fiqh dalam kitabnya yang fenomenal, yaitu Ar-Risâlah. Dengan karyanya tersebut, beliau semakin masyhur dan mememiki banyak murid serta pengikut mazhabnya yang terkenal dengan mazhab qodim.

Setelah beberapa tahun menetap di Bagdad, Imam Syafii pindah ke Mesir atas perintah Abu Abdillah Al-Ma’mun, pemegang tampuk pemerintahan kala itu. Di Mesir, beliau banyak menulis buku. Namanya terkenal dan harum, karena orang-orang menerimanya dengan baik. Di sini, beliau pun menyebarkan mazhabnya yang baru (qaul jadid) dan semuanya itu tertuang dalam kitabnya Al-Umm.

Imam Syafii dan Semangat Juangnya
Makam Imam Syafii

Imam Syafii wafat di Mesir pada malam Kamis selepas magrib, akhir bulan Rajab tahun 204 H sebab penyakit bawasir yang menimpanya. Usianya ketika itu 54 tahun, beliau meninggal di sisi Abdullah bin Hakam. Dimakamkan pada hari Jumat di pemakaman Qarrafah As-Sughra. Di atas makam beliau dibangun sebuah kubah yang kemudian direnovasi oleh Shalahuddin.

{getCard} $type={custom} $title={Jama' Bersama Fismaba Mesir} $info={Eps 2: Imam Syafii} $button={Buka} $icon={}

Redaktur: Izuki Muhasonah

Lebih baru Lebih lama