Pusara Kepala Mulia Sidna Al-Husein dan Silang Tutur Pakar Terhadapnya

Pusara Kepala Mulia Sidna Al-Husein dan Silang Tutur Pakar Terhadapnya
Makam Kepala Mulia Sidna Al-Husein di Kairo, Mesir

Dalam banyak catatan sejarah, Sidna Al-Husein gugur setelah terlibat konflik dengan Yazid bin Mu’awiyah. Pertikaian tersebut terjadi lantaran perselisihan tentang suksesi khilafah. Hingga di kemudian hari, tragedi tersebut diingat dengan nama tragedi Karbala. Seperti namanya, peristiwa tersebut terjadi di Karbala, Irak. Para ahli sejarah sepakat mengenai tempat terjadinya pertumpahan darah itu. Namun, silang pendapat terjadi mengenai tempat dimakamkannya kepala mulia putra Sidna Ali bin Abi Thalib tersebut.

Peristiwa Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharam tahun 61 H. Tragedi tersebut menjadi sejarah yang sangat kelam bagi umat Islam. Di dalam tragedi tersebut, cucu Nabi Muhammad SAW yang bergelar Abu Ubaidilah dan para pengikutnya gugur di Karbala. Sidna Al-Husein dan para pengikutnya dihabisi oleh pasukan kiriman Yazid bin Mu’awiyah. Yang mana pimpinan pasukan tersebut ialah Amr bin Sa’ad bin Abi Waqqash, serta panglima mereka adalah Ubaidilah bin Ziyad. 

Tragedi Karbala menjadi semakin kelam dengan banyaknya eksekutor pembunuh Sidna Al-Husein. Dalam suatu riwayat diceritakan, bahwa Samr bin Dzil Jausan adalah pelaku pemenggalan kepala mulia beliau. Sementara dalam riwayat lain yang lebih masyhur, disebutkan bahwa Sinan bin Anas An-Nukhoi merupakan pelaku sebenarnya. Kendati demikian, riwayat tersebut hanya salah satu riwayat tentang kezaliman yang menimpa beliau. Di mana masih banyak kezaliman lain atas beliau yang tak tertutur.

Para ahli sejarah bersepakat bahwa jasad Sidna Al-Husein berada di tempat gugur beliau, Karbala. Namun, terkait keberadaan makam kepala mulia beliau—setelah diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah di Damaskus—ada beberapa pendapat tentangnya:

  1. Kepala mulia beliau disatukan kembali dengan tubuhnya yang dimakamkan di Karbala, setelah terpisah selama 40 hari.
  2. Dimakamkan di Madinah Al-Munawarah, Arab Saudi.
  3. Dimakamkan di Bab Al-Faradis, Damakus, Syria.
  4. Dimakamkan di Riqqoh, atau Halb, atau Marwu, Syria.
  5. Dimakamkan di pemakaman umum umat Islam Damaskus, Syria pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik Al-Marwani Al-Umawi. Kemudian dibongkar dan dipindahkan ke Asqalan, Palestina. Kemudian dipindahkan ke Kairo, Mesir pada masa kekhalifahan Fatimiyah.

Pendapat kelima, menjadi pendapat yang paling banyak diamini jumhur ahli sejarah. Sejarawan Al-Maqrizi Al-Misri menceritakan, "Al-Afdhal—anak dari amîrul juyûs (panglima perang) kekhalifahan Fatimiyah, Badrudin Al-Jamali—membawa kepala mulia Sidna Al-Husein dari Asqalan, Palestina hari Minggu tanggal 8 Jumadilakhir tahun 548 H. Hingga sampai di Kairo, Mesir—pusat kekhalifahan Fatimiyah—pada hari Selasa". Pendapat tersebut semakin kuat melihat besarnya pengaruh kekhalifahan Fatimiyah yang sedang berkuasa saat itu. Lantaran waktu itu, kekhalifahan Fatimiyah bisa mengalahkan kekhalifahan Abbasiyah yang merupakan kekhalifahan terkuat sebelumnya. Di samping itu, kekuasaan Dinasti Fatimiyah juga sangat luas. Membentang dari barat (seluruh bagian Afrika Utara sampai Maroko) sampai timur (Mesir, Syam, Syria, Lebanon, Palestina, Yordania), Irak (Baghdad, Basrah, Wasith), Hijaz (Arab Saudi), dan Yaman.

Pusara Kepala Mulia Sidna Al-Husein dan Silang Tutur Pakar Terhadapnya
Masjid Sidna Al-Husein di Kairo, Mesir

Dalam buku yang berjudul Al-Adl Asy-Syâhid fî Tahqîq Al-Masyâhid, sejarawan Husaini Syafi’i dan ‘Utsman bin Muhammad menceritakan, "Pada masa kekhalifahan Utsmaniyah, Wali Mesir bernama Abdurrahman Katkhuda Al-Fazdaghali menginginkan perluasan masjid yang berada di kawasan pusara kepala mulia Sidna Al-Husein. Namun, banyak yang menyangkal dan mengatakan tempat tersebut masih samar dan bukan makam dari kepala mulia Sidna Al-Husein. Untuk menguji kebenaran hal tersebut, diundanglah banyak orang sebagai saksi.  Termasuk dua ulama agung pada masanya: Al-Ustadz Al-Jauhari Asy-Syafii dan Al-Ustadz Asy-Syekh Al-Mallawi Al-Maliki yang bertugas sebagai saksi kunci. Mereka bersaksi bahwa di dalam makam memang benar-benar kepala mulia Sidna Al-Husein yang ditempatkan di dalam sarung atau kantong kain sutra hijau lembut bertahta bejana emas bertutupkan tirai kain sutra hijau. Dan bertempat di atas kursi kayu Jati".

Referensi:

Muhammad, Su’ad Mahir. 2014. Masâjid Mishra wa Auliyâuhâ As-Shâlihûn. Qalyub: Mathabi’ Al-Ahram At-Tijariyah.

{getCard} $type={custom} $title={Jama' Bersama Fismaba Mesir} $info={Eps 4: Imam al-Husain bin 'Ali} $button={Buka} $icon={}

Redaktur: Muhib Jihad
Editor: Gelar Washolil Autho
Lebih baru Lebih lama