Selama ini, kita sering mendengar anggapan perempuan tidak lebih sempurna dibandingkan laki-laki, dalam ranah apa pun. Nabi Muhammad SAW juga memberi label perempuan dengan sebutan nâqishâh al-‘aql wa ad-dîn dalam salah satu riwayat hadisnya. Redaksi tersebut lantas menambah kepercayaan banyak masyarakat tentang perempuan sebagai kelas nomor dua dalam status sosial. Bahkan, tidak sedikit pula seseorang menyipitkan mata ketika menemukan perempuan yang melek terhadap situasi di sekelilingnya. Sehingga perempuan yang mengerti akan kebutuhannya, sulit untuk mengaungkan hak-haknya.
Diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terbatas pada kehidupan nyata, tetapi juga kerap dialami oleh tokoh-tokoh fiktif. Sebagaimana kisah dalam dogeng yang berjudul Alfu Lailah wa Lailah. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa tokoh cerita tersebut, Syahrazad, dianggap menghinakan perempuan dengan lakonnya. Lantas, apakah maksud sebenarnya dari penggalan hadis Nabi “Nâqishâh al-‘aql wa ad-dîn” itu? Bagaimana Syahrazad memainkan perannya?
Perempuan dalam Hadis Nabi
Diskriminasi terhadap perempuan konon muncul sebab julukan yang disematkan kepada perempuan, yaitu naqishah al-‘aql wa ad-din. Julukan tersebut diperoleh dari penggalan teks hadis sebagai berikut:
خَرَجَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في أضْحًى أوْ فِطْرٍ إلى المُصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَوَعَظَ النَّاسَ، وأَمَرَهُمْ بالصَّدَقَةِ، فَقَالَ: أيُّها النَّاسُ، تَصَدَّقُوا، فَمَرَّ علَى النِّسَاءِ، فَقَالَ: يا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ؛ فإنِّي رَأَيْتُكُنَّ أكْثَرَ أهْلِ النَّارِ. فَقُلْنَ: وبِمَ ذلكَ يا رَسولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وتَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ما رَأَيْتُ مِن نَاقِصَاتِ عَقْلٍ ودِينٍ أذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِن إحْدَاكُنَّ، يا مَعْشَرَ النِّسَاءِ. قُلْنَ: وما نُقصانُ دِينِنا وعَقْلِنا يا رسولَ اللهِ؟ قال: أليس شَهادةُ المرأةِ مِثلَ نِصفِ شَهادةِ الرَّجلِ؟ قُلْنَ: بَلى، قال: فذلك مِن نُقصانِ عَقْلِها، أليس إذا حاضَت لم تُصَلِّ ولم تَصُمْ؟ قُلْنَ: بلى، قال: فذلك مِن نُقصانِ دِينِها.
Rasulullah SAW pergi ke musala pada Iduladha atau Idulfitri, lalu memberikan wejangan terhadap masyarakat sekitar, dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. Beliau bersabda: “Wahai para manusia, bersedekahlah!”. Lalu beliau melewati segerombolan perempuan, dan bersabda: “Wahai para perempuan, bersedekahlah!; sungguh aku melihat kebanyakan penduduk neraka adalah dari kalian”. Mereka menjawab: “Bagaimana hal itu terjadi, wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Kalian banyak mengutuk dan mengingkari pemberian suami. Aku tidak melihat suatu kaum yang lebih kurang akalnya dan agamanya daripada kalian”. Mereka bertanya kembali: “Apa itu kurangnya akal dan agama kami, wahai Rasulullah?”. Rasulullah pun menjawab: “Bukankah kesaksian seorang perempuan seperti separuh kesaksian seorang lelaki?”. Mereka pun membenarkan hal itu, lalu Rasulullah melanjutkan kembali: “Hal itu adalah sebagian dari kurangnya akal, dan bukankah ketika perempuan haid; dia tidak salat dan tidak puasa?”. Mereka membenarkan kembali, lantas Rasulullah melanjutkan sabdanya: “Maka hal itu adalah sebagian dari kurang agamanya”.
Dari pemaknaan hadis di atas, sekilas seperti menyubordinasikan perempuan. Namun bila ditelaah lebih, maksud dari redaksi kesaksian perempuan yang dianggap lemah adalah sebab kurangnya pengalaman dan pemahaman perempuan zaman itu tentang perniagaan, serta beberapa hal yang memang sangat minim ditemukan perempuan pada ranah tersebut. Bahkan, menurut Imam Abu Hanifah, kesaksian seorang perempuan tentang hal-hal yang memang melekat pada dirinya dan dia yang lebih mengetahui, itu dianggap sah.
Sedangkan diberikannya rukhsah bagi perempuan untuk tidak salat dan tidak puasa ketika haid, adalah sebuah simbol rahmat Tuhan. Tidak hanya rahmat, haid juga merupakan fitrah biologis bagi perempuan. Tersebab perempuan memang diciptakan untuk mengandung dan melahirkan, dan melalui darah haid, tubuh perempuan itu dibersihkan agar terhindar dari kecacatan ketika melahirkan.
Dongeng Seribu Satu Malam
Alkisah, terdapat seorang raja bernama Syahrayar. Kisah ini dimulai ketika Syahrayar pamit dari istana untuk pergi berburu. Ia berniat demikian karena ingin mengintai apa yang dilakukan istrinya, dan ingin membuktikan tuduhan akan pengkhianatan sang istri terhadap dirinya. Benar saja, ketika Syahrayar kembali ke istana diam-diam, ia menjumpai sang istri sedang berkhianat dengan pelayannya. Akhirnya, Syahrayar pun membunuh semua pelayan istananya baik lelaki ataupun wanita tanpa terkecuali, dan ia pun bersumpah untuk tidak menikah kecuali dengan seorang gadis, serta akan membunuhnya ketika selesai malam pertama.
Hingga suatu hari, sang wazir mulai mengeluh tentang susahnya mencari gadis untuk dinikahi Raja Syahrayar. Hal ini ternyata tidak sengaja didengar oleh putri sang wazir itu sendiri, Syahrazad. Lantas kemudian, Syahrazad menawarkan dirinya kepada sang ayah untuk menikahkannya dengan raja.
Syahrazad disebutkan sebagai seorang perempuan yang cerdas pada zamannya. Ia telah melahap habis buku-buku sejarah, biografi raja-raja terdahulu, serta cerita-cerita umat kuno. Syahrazad berniat membantu para gadis-gadis daerahnya untuk terbebas dari kebengisan Raja Syahrayar dengan menikahinya. Pada saat malam pertama, ia mulai mengisahkan dongeng-dongeng itu kepada Syahrayar. Dengan cerdiknya, Syahrazad selalu mengisahkan cerita yang akhirnya masih dinilai abu-abu.
Hal ini akhirnya menimbulkan rasa penasaran Syahrayar bagaimana akhir dongeng tersebut. Singkat cerita, Syahrayar tidak membunuhnya hingga malam ke-1001. Pada malam habisnya cerita itu, dikisahkan jika Syahrazad telah melahirkan tiga putra untuk Syahrayar, sehingga mereka pun hidup berbahagia, dan terkikislah kebengisan Syahrayar.
Kecerdasan manusia memang beragam. Dilansir dari website kementerian dan kesehatan, ada 9 tipe kecerdasan, di antaranya adalah kecerdasan Linguistik-Verbal dan kecerdasan Interpersonal. Di mana hal tersebut dapat tergambar melalui tulisan, bacaan, dan gaya bicara seseorang, serta bagaimana ia mampu melek terhadap situasi sosial di sekelilingnya.
Dari beberapa hal di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa di tengah label kecerdasan perempuan tidak sesempurna lelaki. Juga anggapan bahwa Syahrazad hanya memainkan peran domestik dan kemampuan gaya bicaranya saja untuk menghilangkan kebengisan Raja Syahrayar. Namun, tetap pada kenyataannya, ia memainkan peran dengan sangat epik. Syahrazad mampu bertahan hidup dengan dongeng-dongengnya, serta mampu menghangatkan suasana istana.
www.dorar.net
Ibrahim, Abdullah. 2002. An-Natsr Al-'Arabî Al-Qadîm (Cet. 1). Qatar, Al-Majlis Al-Wathani li Ats-Tsaqâfah wa Al-Funûn wa At-Turâts.
Hambali, Muhammad. 2017. Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari: Dari Kandungan Hingga Kematian. Yogyakarta, Laksana.
Editor: Izuki Muhasonah