Imam Bushiri; Senandung Mahabah dan Kerinduan yang Luar Biasa kepada Nabi

Imam Bushiri; Senandung Mahabah dan Kerinduan yang Luar Biasa kepada Nabi

Cinta merupakan bagian dari hidup manusia. Tanpa cinta, manusia akan mengalami kehancuran. Cinta merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia yang sangat luar biasa untuk menuju kebahagiaan. Cinta sering diungkapkan dalam syair-syair yang dirangkai sedemikian rupa agar bisa tersampaikan kepada sang kekasih. Salah satu penyair yang dikenal dalam dunia Islam adalah Imam Bushiri.

Imam Bushiri merupakan  penyair yang sangat mengagumi makhluk terbaik, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kecintaan beliau diungkapkan dalam syair-syairnya yang bernuansa sufistik, karena notabenenya Imam Bushiri merupakan penganut tarekat Syadziliyyah dan merupakan murid langsung dari Imam Abu Abbas Al-Mursi, tokoh sufi kenamaan murid Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili.

Imam Bushiri bernama lengkap Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin Abdullah Ash-Shanhaji Al-Bushiri Al-Mishri. Imam Bushiri lahir di Dalas, Bahnasa, sebuah dataran tinggi wilayah selatan Mesir, pada tahun 608 H/1212 M. Nisbat ‘Bushiri’ kepada beliau berdasar pada sebuah daerah di Mesir bernama Bushair, salah satu daerah kekuasaan bani Suwaif, tempat asal sang ibu. 

Dari kecil, beliau sudah dididik oleh ayahnya untuk mendalami dan memahami Al-Qur’an dan berbagai macam ilmu, seperti tafsir, hadis, fikih, dan sastra Arab. Imam Bushiri bermazhab Syafii dan bertarekat Syadzili, tetapi lebih menonjol sisi sufistiknya daripada sisi fikihnya. Hal itu sangat tergambar pada syairnya, Kasidah Al-Burdah.

Kasidah Al-Burdah atau banyak disebut selawat Burdah adalah rangkaian syair yang berisi pujian kepada Nabi SAW, pesan moral, nilai spiritual, dan semangat perjuangan yang sangat begitu indah. Lalu bagaimana proses perjalanan beliau dalam mengarang selawat tersebut? Imam Bushiri menulis selawat tersebut ketika beliau sedang menderita sakit lumpuh sambil berharap syafaat dari Nabi Muhammad SAW. Beliau pun menulis sajak-sajak syair yang sangat indah kepada Sang Nabi. Meskipun Imam Bushiri merupakan sastrawan dan penyair ulung yang sangat hebat, tetapi ternyata beliau menghadapi berbagai kendala dalam proses mengarang selawat Burdah. 

Suatu saat ketika beliau sedang menulis Burdah, beliau terhenti pada kalimat "Fa mablaghul-'ilmi fîhi annahu basyarun". Imam Bushiri sama sekali tidak bisa melanjutkan penggalan demi penggalan syair yang beliau tulis. Hingga akhirnya, beliau bermimpi bertemu dengan Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpinya, Imam Bushiri membacakan syair yang telah beliau buat di depan Nabi. Sampai pada kalimat "Fa mablaghul-'ilmi fîhi annahu basyarun", beliau tidak bisa melanjutkan penggalan bait tersebut. Nabi lantas mengatakan, “Bacalah!”. Imam Bushiri kemudian menjawab bahwa beliau tidak dapat melanjutkan potongan syair tersebut. Lalu Nabi berkata lagi, "Wa annahu khairu khalqi-llâhi kullihimi". Lanjutan syair yang disabdakan oleh Nabi Muhammad tersebut kemudian ditambahkan oleh Imam Bushiri pada karangannya. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW melepas jubahnya, dan di selimutkan ke tubuh Imam Bushiri. Nabi juga mengusap wajah Imam Bushiri. Saat itu pula, Imam Bushiri terbangun dan dia sembuh dari penyakitnya. Dia juga menemukan potongan syair yang sebelumnya kurang lengkap, kini sudah lengkap.

Imam Bushiri wafat di Kota Alexandria, pada tahun 694 H/1295 M dan dimakamkan berdekatan dengan guru kesayangan beliau, Syekh Abu Abbas Al-Mursi.

Redaktur: Affif Syahrun Ni’am
Editor: M. Abda’ Rifqi
Lebih baru Lebih lama