Mencicipi Ramadan di Mesir

Mencicipi Ramadan di Mesir

Sebagai muslim mukalaf, berpuasa di bulan kesembilan dari tahun Hijriah (baca: Ramadan) merupakan salah satu rutinitas tahunan yang wajib dilakukan. Kegiatan menjaga diri dari segala hal yang dilarang selama sehari penuh membawa banyak manfaat bagi para pelakunya, baik secara jasmani maupun rohani sebagai individu, maupun bagi orang lain sebagai makhluk sosial. Hal itu tercermin dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, dan budaya.

Bagi mahasiswa Indonesia di Mesir (masisir), bulan Ramadan kiranya menjadi kesempatan terbaik dalam proses belajar. Selain lantaran banyaknya kajian keilmuan melalui talaki dengan masyayikh, di sisi lain, kebudayaan Mesir yang disajikan di dalam bulan mulia ini sangat menarik untuk dipelajari. Nilai-nilai mulia nan agung tersirat sekaligus tersurat dari berbagai ekspresi dalam macam-macam kegiatan. Hal itu menunjukkan betapa luhurnya peradaban Islam di negeri ini.

Kemeriahan dan kegembiraan akan bulan Ramadan sudah bisa kita rasakan sejak jauh-jauh hari sebelum jatuh waktu untuk mulai berpuasa. Jalan-jalan dipenuhi dengan tenda-tenda untuk menjual berbagai macam kebutuhan bulan Ramadan beserta pernak-perniknya. Antara lain: tumur (kurma, jamak dari tamr), yamish (kacang-kacangan dan buah-buahan kering), fawanis (lampu gantung, jamak dari fanus), dan bermacam bentuk dan warna zinah (hiasan dan umbul-umbul). Di samping itu, anak-anak kecil juga bersuka ria memainkan fawanis sambil bernyanyi "Wahawi ya wahawi, iyahu!" (selamat datang, wahai bulan yang mulia). Tak mau kalah, deretan toko pun saling bersahutan dengan suara radio yang memutar bacaan ayat-ayat Al-Qur'an juga lagu "Ramadan Gana" (Bulan Ramadan Telah Datang Kepada Kita).

Ramadan di Bumi Kinanah juga terasa lebih spesial lantaran kondisi geografis yang berbeda dengan Indonesia. Jika ditelisik dari segi geografis, negara Mesir terletak di bagian terluar dari garis khatulistiwa atau biasa di sebut subtropis. Umumnya, negara subtropis memiliki empat musim yang berbeda, yakni panas, dingin, gugur, dan semi. Tentu saja ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap waktu berpuasa. Pada musim panas, waktu siang berlalu lebih lama berbanding waktu malam. Sehingga jika bulan Ramadan bertepatan dengan musim panas, waktu berpuasa relatif lebih panjang dibandingkan saat musim dingin atau semi.

Kuliner Ramadan di Mesir juga terbilang cukup unik. Sahur dengan makanan yang lama dicerna oleh tubuh—selain juga bergizi—menjadi pilihan umum di kalangan masyarakat Mesir. Salah satu menu utamanya adalah wajbah ful dengan cita rasa yang cenderung asin. Makanan tersebut merupakan gabungan beberapa makanan dalam satu talam, di antaranya: thabaq ful bizzeit (bubur kacang koro), tha'miyah wa bathatis ma'li (gorengan), musa'ah (tumisan sayur), bitinggan mukhallil wa tursi (acar sayur), salathah khadrah (salad sayur), gibnah bitthamatim (keju dengan tomat), dan raghifat ‘isy baladi (beberapa potong roti lokal Mesir).

Jika ingin cita rasa manis, ada pilihan wajbah fatir musaltet. Makanan tersebut ialah gabungan dari menu utama berupa fatir musaltet (adonan tipis berlapis mentega) beserta pelengkapnya, seperti ‘asal iswid (molase tebu), ‘asal abyadh (madu lebah), thahinah (saus wijen), mish (keju fermentasi), dan qisthah (krim).

Saat memasuki waktu sahur, misahharati yang bertugas untuk membangunkan orang-orang mulai berkeliling dari rumah ke rumah memukul gendang kecil seraya berkata: "Isha ya nayim! Wahhidid dayim!" (Bangunlah, Wahai orang yang sedang tertidur! Beribadahlah kepada Allah SWT Sang Maha Kekal!). Kemudian sahur pun ditutup dengan menyantap makan-makan yang dipercaya bisa mengurangi rasa dahaga ketika puasa dalam waktu yang panjang. Di antaranya buah-buahan, zabadi (yoghurt), serta air putih secukupnya.

Panjangnya kegiatan harian di instansi pemerintahan, pendidikan, bisnis, dan sebagainya diperpendek selama bulan Ramadan. Bahkan, dimulai lebih akhir dan diakhiri lebih awal. Kesempatan ini dimaksimalkan untuk kegiatan khusus dalam bulan Ramadan, termasuk persiapan makanan untuk berbuka puasa. Menyiapkan ifthar (buka puasa) umumnya dilaksanakan oleh seluruh anggota dalam lingkup keluarga di dalam suatu rumah maupun lingkup masyarakat yang luas. Ada pemandangan menarik yang berkaitan dengan hal itu, yakni kegiatan yang disebut ma'idatur rahman (hidangan dari Allah SWT Sang Maha Pengasih).

Seluruh lapisan masyarakat bergotong-royong menyiapkan kebutuhannya. Beberapa di antara mereka sibuk menata deretan panjang tharabidzah wa karasiyul ‘asya (meja dan kursi makan) hingga memenuhi halaman masjid, bahu jalanan, pekarangan rumah, sampai taman. Sementara sebagian lainnya memasak makanan dan minuman dalam jumlah besar untuk memenuhi seluruh meja dan kursi makan tersebut. Menu utama yang khas untuk ma'idatur rahman lazim disebut wajbah fattah (nasi dengan lauk daging sapi bersaus tomat). Umumnya hidangan itu disandingkan dengan salathah khadhrah, sepotong ‘isy, juga beberapa kue manis. Tak lupa, hidangan tersebut juga dilengkapi dengan berbagai macam minuman manis, asam, sampai pahit. Beberapa minuman tersebut antara lain masyrub balah (air seduhan kurma), subia (susu santan kelapa), qamaruddin (air seduhan buah aprikot), tamr hindy (air seduhan asam jawa), dan ara’sus (air seduhan akar manis). Yang lebih istimewanya lagi, semua makanan tersebut nantinya dibagikan secara gratis kepada siapa saja saat waktu berbuka puasa. Allahumma ballighna ramadhan.

Referensi:

Egyptian Customs And Festivals. https://aucpress.com/9781617970573

Redaktur: Muhib Jihad
Editor: Gelar Washolil Autho
Lebih baru Lebih lama