Terminologi Turâts

Terminologi Turâts

Pembahasan mengenai turâts tak henti-hentinya menjadi topik yang terus segar untuk diperbincangkan. Dr. Nadiyah Musthofa adalah satu dari sekian aktivis yang menanyakan perihal relevansi dan cara mengaktualisasikan turâts di zaman sekarang, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan di Universitas Kairo. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Syekh Ali Jum’ah mengharuskan untuk mengenal terlebih dahulu apa itu turâts, bagaimana karakteristiknya, serta instrumen apa saja yang diperlukan untuk memahami turâts dengan benar. 

Secara etimologi, turâts memiliki beberapa makna. Di antaranya bermakna ‘harta tinggalan’, seperti yang terdapat dalam Surah Al-Fajr ayat 19, Allah SWT berfirman:

وَتَأْكُلُوْنَ التُّرَاثَ اَكْلًا لَّمًّاۙ

“Memakan harta tinggalan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram),” (QS. Al-Fajr: 19)

Turâts terkadang juga dapat diartikan sebagai ‘Al-Qur’an’, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah dalam kitab Al-Mu’jam Al-Ausath.

Sedangkan dari kacamata terminologi, para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian dari turâts. Walaupun begitu, beragam definisi turâts yang ada tidak akan memberi kepuasan, apabila definisi-definisi tersebut kemudian dibedah menggunakan pisau analisis ilmu mantik. Menurut Syekh Ali Jum’ah, definisi turâts yang paling sesuai adalah,  “Produk umat Islam yang ada sejak sebelum seratus tahun dari zaman sekarang, yang sampai kepada kita baik secara lisan maupun tertulis”.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa produk-produk industrialis, medisinal, dan arsitektur bisa di katakan turâts. Begitu juga produk nonmuslim yang berkaitan dengan budaya Islam, karena hal tersebut masih termasuk dalam batas definisi turâts yang disebutkan oleh Syekh Ali Jum’ah tersebut.  Sedangkan Al-Qur’an dan hadis itu tidak dapat dimasukkan ke dalam turats, karena keduanya bukan produk manusia, melainkan pesan Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam sejarahnya, turâts selalu berperan aktif memberikan sumbangsih yang cukup signifikan untuk membangun peradaban umat manusia. Hal ini karena turâts itu sendiri merupakan instrumen yang cukup ampuh dalam memahami Al-Qur’an dan hadis. Dalam ilmu nahwu-sharaf semisal, bagaimana ilmu tersebut bisa muncul kalau bukan karena sebuah pertanyaan, “Bagaimana saya bisa memahami Al-Qur’an?”. Begitu juga ilmu balaghah, ilmu tersebut dapat tersusun karena sebuah pertanyaan, “Apa benar Al-Qur’an ini merupakan kalam Tuhan, sehingga tidak ada seorang sastrawan pun yang mampu menandinginya?”. Dan ilmu-ilmu yang lainnya seperti tauhid, tafsir, fikih, dan lain sebagainya. Singkat kata, Al-Qur’an dan hadis adalah poros dari peradaban, sebab dari keduanya lahirlah berbagai macam ilmu pengetahuan (di antaranya turâts).

Dari aspek komponis, turâts tersusun dari dua hal sekaligus: 1) pemikiran manusia dan 2) realitas sejarah. Yang di maksud pemikiran manusia di sini, adalah buah hasil karya manusia yang bersifat ilmiah akibat adanya interaksi terhadap Al-Qur’an dan hadis. Buah dari hasil interaksi tersebut adakalanya berupa ilmu, hukum, metodologi pemikiran, dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud realitas sejarah, adalah sebuah dimensi (‘âlam) yang terbagi menjadi lima: 1) ‘âlam asyyâ’, 2) ‘âlam asykhâsh, 3) ‘âlam rumuz, 4) ‘âlam afkâr, dan 5) ‘âlam ahdâts.

Dalam ilmu falak semisal yang masih merupakan bagian dari ‘âlam rumuz. Di dalamnya, kita akan menemui bermacam diagram yang berisi pembahasan aljabar, logaritma, dan semacamnya. Dalam hal ini, seorang ulama muslim yang ahli di bidang ilmu falak dapat memanfaatkan ilmu tersebut untuk mengetahui arah kiblat, waktu salat, puasa, dan lain sebagainya. Sehingga dari sini, lahirlah turâts yang merupakan hasil interaksi pemikiran manusia dengan âlam rumuz.

Begitu juga dalam ilmu estetika yang merupakan bagian dari ‘âlam asyyâ’. Dalam sejarahnya, kita akan menemui sebuah ornamen  yang keluar dari nilai-nilai agama Islam, seperti lukisan yang menggambarkan bentuk makhluk secara utuh. Kemudian datanglah Islam yang merekonstruksi gaya ornamen tersebut dengan memolesnya dengan  gambar yang lain, seperti tumbuhan, garis-garis, dan lain sebagainya, sekiranya lukisan tersebut tidak berupa gambar makhluk hidup secara utuh. Dari sini, tampak jelas kehadiran turâts itu sendiri serta aspek-aspek yang membentuknya.

Oleh: Syiq Nuris Syahid
Editor: Rofiqul Amin
Lebih baru Lebih lama